Tentu kita tidak lalai akan
do’a yang satu ini : “Ya Dzat yang
membolak-balikkan hati, tetapkanlah diriku dalam dien-Mu”.
Begitulah, menjaga kondisi hati untuk senantiasa istiqomah berada di jalan Allah, senantiasa bersih dari segala kotoran dan lembut dari segala kekerasan (hati), tidaklah mudah. Kesibukan dan rutinitas kita yang menguras tenaga dan pikiran, serta interaksi yang terus menerus dengan masalah duniawi, jika tidak diimbangi dengan “makanan-makanan” hati, terkadang membuat hati menjadi keras, kering, lalu mati... Padahal sebagai seorang mukmin, dalam melihat berbagai macam persoalan kehidupan, haruslah dengan mata hati yang jernih.
Untuk itu, beberapa nashehat berikut patut kita renungi dalam upaya melembutkan hati. Kita hendaknya senantiasa:
Begitulah, menjaga kondisi hati untuk senantiasa istiqomah berada di jalan Allah, senantiasa bersih dari segala kotoran dan lembut dari segala kekerasan (hati), tidaklah mudah. Kesibukan dan rutinitas kita yang menguras tenaga dan pikiran, serta interaksi yang terus menerus dengan masalah duniawi, jika tidak diimbangi dengan “makanan-makanan” hati, terkadang membuat hati menjadi keras, kering, lalu mati... Padahal sebagai seorang mukmin, dalam melihat berbagai macam persoalan kehidupan, haruslah dengan mata hati yang jernih.
Untuk itu, beberapa nashehat berikut patut kita renungi dalam upaya melembutkan hati. Kita hendaknya senantiasa:
- Takut akan datangnya maut secara tiba-tiba sebelum kita sempat bertaubat.
- Takut tidak menunaikan hak-hak Allah secara sempurna. Sesungguhnya hak-hak Allah itu pasti diminta pertanggungjawabannya.
- Takut tergelincir dari jalan yang lurus, dan berjalan di atas jalan kemaksiatan dan jalan syaithan.
- Takut memandang remeh atas banyaknya nikmat Allah pada diri kita.
- Takut akan balasan siksa yang segera di dunia, karena maksiat yang kita lakukan.
- Takut mengakhiri hidup dengan su’ul khatimah.
- Takut menghadapi sakaratul maut dan sakitnya sakaratul maut.
- Takut menghadapi pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir di dalam kubur.
- Takut akan adzab dan prahara di alam kubur.
- Takut menghadapi pertanyaan hari kiamat atas dosa besar dan dosa kecil yang kita lakukan.
- Takut melalui titian yang tajam. Sesungguhnya titian itu lebih halus daripada rambut dan lebih tajam dari pedang.
- Takut dijauhkan dari memandang wajah Allah.
- Perlu mengetahui tentang dosa dan aib kita.
- Ma’rifah kita terhadap nikmat Allah yang kita rasakan siang dan malam sedang kita tidak bersyukur.
- Takut tidak diterima amalan-amalan dan ucapan-ucapan kita.
- Takut bahwa Allah tidak akan menolong dan membiarkan kita sendiri.
- Kekhawatiran kita menjadi orang yang tersingkap aibnya pada hari kematian dan pada hari timbangan ditegakkan.
- Hendaknya kita mengembalikan urusan diri kita, anak-anak, keluarga, suami dan harta kepada Allah SWT. Dan jangan kita bersandar dalam memperbaiki urusan ini kecuali pada Allah.
- Sembunyikanlah amal-amal kita dari riya’ ke dalam hati, karena terkadang riya’ itu memasuki hati kita, sedang kita tidak merasakannya. Hasan Al Basri rahimahullah pernah berkata kepada dirinya sendiri. “Berbicaralah engkau wahai diri. Dengan ucapan orang sholeh, yang qanaah lagi ahli ibadah. Dan engkau melaksanakan amal orang fasik dan riya’. Demi Allah, ini bukan sifat orang mukhlis”.
- Jika kita ingin sampai pada derajat ikhlas maka hendaknya akhlak kita seperti akhlak seorang bayi yang tidak peduli orang yang memujinya atau membencinya.
- Hendaknya kita memiliki sifat cemburu ketika larangan-larangan Allah diremehkan.
- Ketahuilah bahwa amal sholeh dengan sedikit dosa jauh lebih disukai Allah daripada amal sholeh yang banyak tetapi dengan dosa yang banyak pula.
- Ingatlah setiap kita sakit bahwa kita telah istirahat dari dunia dan akan menuju akhirat dan akan menemui Allah dengan amalan yang buruk.
- Hendaknya ketakutan pada Allah menjadi jalan kita menuju Allah selama kita sehat.
- Setiap kita mendengar kematian seseorang maka perbanyaklah mengambil pelajaran dan nasihat. Dan jika kita menyaksikan jenazah maka khayalkanlah bahwa kita yang sedang diusung.
- Hati-hatilah menjadi orang yang mengatakan bahwa Allah menjamin rezeki kita sedang hatinya tidak tenteram kecuali sesuatu yang ia kumpul-kumpulkan. Dan menyatakan sesungguhnya akhirat itu lebih baik dari dunia, sedang kita tetap mengumpul-ngumpulkan harta dan tidak menginfakkannya sedikit pun, dan mengatakan bahwa kita pasti mati padahal dia tidak pernah ingat mati.
- Lihatlah dunia dengan pandangan I’tibar (pelajaran) bukan dengan pandangan mahabbah (kecintaan) kepadanya dan sibuk dengan perhiasannya.
- Ingatlah bahwa kita sangat tidak kuat menghadapi cobaan dunia. Lantas apakah kita sanggup menghadapi panasnya jahannam?
- Di antara akhlak wanita mu’minah adalah menasihati sesama mu’minah.
- Jika kita melihat orang yang lebih besar dari kita, maka muliakanlah dia dan katakana kepadanya, “Anda telah mendahului saya di dalam Islam dan amal sholeh maka dia jauh lebih baik di sisi Allah. Anda keluar ke dunia setelah saya, maka dia lebih baik sedikit dosanya dari saya dan dia lebih baik dari saya di sisi Allah.”
Damin
Benswasis/Kecilamass
Pasar Rebo Jakarta Timur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar