Sepeninggal Sinta keadaan negeri
Ayodya kacau balau, bahkan banyak malapetaka yang menimpanya. Kalau musim hujan
banyak banjir bandang yang sanggup menghanyutkan seluruh hasil pertanian dan
hata kekayaan. Tetapi jangan ditanya kalau sedang musim kemarau. Tanah merekah,
kering sampai-sampai tak ada tanaman yang dapat tumbuh. Bahaya kelaparan dan
“paceklik” menimpanya. Sehingga banyak gelandangan dan kere bertebaran
dimana-mana. Usaha apapun yang telah ditempuh oleh pemerintah toh sia-sia
belaka.
Maka atas usul para resi yang sudah waskita, agar negara mangadakan korban kuda (Aswa Megh Yagja). Yakni kuda yang dilepas oleh Sri Rama dan lari bebas kemana-mana yang diikuti oleh pasukan Ayodya. Negara-negara mana yang dilalui oleh kuda tersebut harus memilih, menyerah menjadi wilayah jajahan Ayodya, atau melawannya. Pendek kata suatu tindakan untuk membenarkan penjajahan.
Ringkasnya, salat satu kuda atau korban kuda itu lari masuk ke daerah asrama padepokan Gangga dimana Lawa dan Kusya berada.
“Nah ini kuda korba dari Sri Rama.” kata Lawa dan Kusya. “Mari kita coba sampai dimana kekuatan pasukan Sri Rama.”
Lawa dan Kusya kemudian naik ke gigir kuda korban tersebut dan memberanikan diri menentang pasukan Sri Rama. Betul juga di tengah jalan ia telah berjumpa dengan Laksmana yang diiringi oleh Senopatinya. Setelah terjadi peperangan ternyata tak ada satupun yang mampu melawan kekuatan Lawa dan Kusya. Bahkan Laksmanapun tak mampu melawannya dan jatuh pingsan tak sadarkan diri ketika terkena panah saktinya Lawa dan Kusya.
Betapa sangat murkanya Sri Rama setelah mendengar kabar tersebut. Ia segera menarik siap melepas panah Gunawijaya. Betapapun beraninya Lawa dan Kusya. setelah melihat ujung panah Gunawijaya yang menyala membara itu menjadi panik juga. Mereka menggigil dan gemetar seluruh tubuhnya. Sungguh sangat tegang saat itu. Lawa dan Kusya “megeng nafas”, bahkan dunia-pun ikut menahan nafas menyaksikan periwistiwa itu. Dalam keadaan yang kritis itu, muncullah Resi Walmiki sambil berteriak:
“Duh anak prabu, tunggu……….. sabarlah sejenak. Jangan kau lepaskan Gunawijaya kepada anakmu sendiri.”
Rama Wijaya sangat terkejut mendengar tegoran tersebut. “Ooh bapa Resi Walmiki.” Sri Rama meloncat dari keretanya lari menghampiri dan menghormati Resi Walmiki.
“Oohh, anak prabu, ketahuilah bahwa anak ini adalah putra anak prabu sendiri dan itu Sinta.”
Sri Rama sangat terkejut ketika melihat Sinta tak jauh dari tempatnya. Ia segera lari mendekati Sinta isterinya yang sangat ia cintai. Namun Sinta lari menjauhinya. Sri Rama pun terus mengejar sambil meratap-ratap:
“Sinta…. Sinta………….. maafkanlah aku.”
Walaupun demikian Sinta terus melarikan diri. Saking lelahnya Sinta jatuh terkulai di tanah sambil menjerit memanggil ibu pertiwi.
“Ooohh .. ibu Pertiwi…. terimalah kembali aku dipangkuanmu.”
Demikianlah jerit Sinta. Dan seketika itu juga bumi retak, menganga dan Sinta jatuh masuk ke dalamnya.
“OOhh adinda Sinta, Sinta suci.” begitulah ratap Sri Rama penuh penyesalan “memelas” hati. Namun Ibu Pertiwi telah memeluk Sinta dengan eratnya.
Melihat kejadian itu Sri Rama naik pitam, ia melepas panah Gunawijaya dan menancap dibumi.
“Biarlah aku, Sinta dan alam semesta hancur bersama-sama” Upata Sri Rama.
Seketika itu juga bumi menjadi gempar laksana kiamat, karena gunung-gunung meletus, bumi retak, air laut meluap, banjir bandang dimana-mana. Namun Sinta tetap dipeluk erat-erat oleh ibu Pertiwi.
Melihat kejadian itu turunlah Shiwa ke bumi.
“Hai Wisnu, merusak bumi bukan tugasmu, tetapi itu adalah tugasku. Cepat hentikan tindakanmu.!”
Mendengar suara Betara Shiwa yang gemuruh itu, insyaflah Sri Rama. Dan dicabutlah panah Gunawijaya, dan seketika itu juga hilanglah peristiwa yang sangat mengerikan itu dalam sekejap mata.
Dengan muka tunduk penuh penyesalan Sri Rama berjalan menghampiri kedua putranya untuk di ajak kembali ke istana Ayodya.
Pendek kata, kemudian ke dua putranya itu diangkat menjadi putra mahkota untuk menggantikan tahta kerajaan Ayodya.
Maka atas usul para resi yang sudah waskita, agar negara mangadakan korban kuda (Aswa Megh Yagja). Yakni kuda yang dilepas oleh Sri Rama dan lari bebas kemana-mana yang diikuti oleh pasukan Ayodya. Negara-negara mana yang dilalui oleh kuda tersebut harus memilih, menyerah menjadi wilayah jajahan Ayodya, atau melawannya. Pendek kata suatu tindakan untuk membenarkan penjajahan.
Ringkasnya, salat satu kuda atau korban kuda itu lari masuk ke daerah asrama padepokan Gangga dimana Lawa dan Kusya berada.
“Nah ini kuda korba dari Sri Rama.” kata Lawa dan Kusya. “Mari kita coba sampai dimana kekuatan pasukan Sri Rama.”
Lawa dan Kusya kemudian naik ke gigir kuda korban tersebut dan memberanikan diri menentang pasukan Sri Rama. Betul juga di tengah jalan ia telah berjumpa dengan Laksmana yang diiringi oleh Senopatinya. Setelah terjadi peperangan ternyata tak ada satupun yang mampu melawan kekuatan Lawa dan Kusya. Bahkan Laksmanapun tak mampu melawannya dan jatuh pingsan tak sadarkan diri ketika terkena panah saktinya Lawa dan Kusya.
Betapa sangat murkanya Sri Rama setelah mendengar kabar tersebut. Ia segera menarik siap melepas panah Gunawijaya. Betapapun beraninya Lawa dan Kusya. setelah melihat ujung panah Gunawijaya yang menyala membara itu menjadi panik juga. Mereka menggigil dan gemetar seluruh tubuhnya. Sungguh sangat tegang saat itu. Lawa dan Kusya “megeng nafas”, bahkan dunia-pun ikut menahan nafas menyaksikan periwistiwa itu. Dalam keadaan yang kritis itu, muncullah Resi Walmiki sambil berteriak:
“Duh anak prabu, tunggu……….. sabarlah sejenak. Jangan kau lepaskan Gunawijaya kepada anakmu sendiri.”
Rama Wijaya sangat terkejut mendengar tegoran tersebut. “Ooh bapa Resi Walmiki.” Sri Rama meloncat dari keretanya lari menghampiri dan menghormati Resi Walmiki.
“Oohh, anak prabu, ketahuilah bahwa anak ini adalah putra anak prabu sendiri dan itu Sinta.”
Sri Rama sangat terkejut ketika melihat Sinta tak jauh dari tempatnya. Ia segera lari mendekati Sinta isterinya yang sangat ia cintai. Namun Sinta lari menjauhinya. Sri Rama pun terus mengejar sambil meratap-ratap:
“Sinta…. Sinta………….. maafkanlah aku.”
Walaupun demikian Sinta terus melarikan diri. Saking lelahnya Sinta jatuh terkulai di tanah sambil menjerit memanggil ibu pertiwi.
“Ooohh .. ibu Pertiwi…. terimalah kembali aku dipangkuanmu.”
Demikianlah jerit Sinta. Dan seketika itu juga bumi retak, menganga dan Sinta jatuh masuk ke dalamnya.
“OOhh adinda Sinta, Sinta suci.” begitulah ratap Sri Rama penuh penyesalan “memelas” hati. Namun Ibu Pertiwi telah memeluk Sinta dengan eratnya.
Melihat kejadian itu Sri Rama naik pitam, ia melepas panah Gunawijaya dan menancap dibumi.
“Biarlah aku, Sinta dan alam semesta hancur bersama-sama” Upata Sri Rama.
Seketika itu juga bumi menjadi gempar laksana kiamat, karena gunung-gunung meletus, bumi retak, air laut meluap, banjir bandang dimana-mana. Namun Sinta tetap dipeluk erat-erat oleh ibu Pertiwi.
Melihat kejadian itu turunlah Shiwa ke bumi.
“Hai Wisnu, merusak bumi bukan tugasmu, tetapi itu adalah tugasku. Cepat hentikan tindakanmu.!”
Mendengar suara Betara Shiwa yang gemuruh itu, insyaflah Sri Rama. Dan dicabutlah panah Gunawijaya, dan seketika itu juga hilanglah peristiwa yang sangat mengerikan itu dalam sekejap mata.
Dengan muka tunduk penuh penyesalan Sri Rama berjalan menghampiri kedua putranya untuk di ajak kembali ke istana Ayodya.
Pendek kata, kemudian ke dua putranya itu diangkat menjadi putra mahkota untuk menggantikan tahta kerajaan Ayodya.
Bens
Wasis
Kecilamass Cibubur
Pasar Rebo
Jakarta-Timur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar