Selasa, 31 Januari 2012

Sunan Bonang




Syekh Maulana Makhdum Ibrahim adalah nama asli Sunan Bonang putra Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila (Dewi Condrowati)putri Prabu Kertabumi atau anak angkat Arya Teja yang sudah beragama Islam,sejak kecil Raden Makhdum sudah diberi pelajaran agama Islam secara tekun dan disiplin,sudah barang tentu latihan atau Riadha para wali itu lebih berat dari pada orang awam,Sunan Ampel sudah mempersiapkan sebaik mungkin karena Raden Makhdum adalah calon wali yang besar,maka sejak remaja bersama Raden Paku beliau belajar agama sampai ke negri sebrang yaitu di Pasai,keduanya menambah pengetahuan pada Syekh Awwalul Islam atau ayah kandung Sunan Giri dan menetap disana,dan belajar pada ulama ahli tasawuf yang berasal dari Bagdad,
Mesir,Arab dan Persi atau Iran,setelah merasa ilmu yang dipelajari Raden Makhdum dan Raden Paku pulang ke jawa,raden Paku ke Gresik terus mendirikan pesantren Di Giri,Raden Makhdum diperintahkan Sunan Ampel untuk berdakwah di Tuban,dalam berdakwahnya beliau sering menggunakan kesenian rakyat untuk menarik simpati mereka yaitu berupa seperangkat gamelan yang disebut bonang.

Sunan Bonang dengan sabar berdakwah sambil membunyikan bonang yang di pukul dengan kayu lunak maka timbullah suara yang merdu ditelinga penduduk setempat,lebih-lebih apabila Sunan Bonang yang membunyikan pengaruhnya sungguh luar biasa bagi warganya
dan tidak sedikit masyarakat yang berkeinginan belajar membunyikan bonang sambil melagukan tembang-tembang ciptaan Sunan Bonang maklum beliau sangat mempunyai cita rasa seni yang tinggi,hasil ciptaanya yang masih sampai sekarang "Tamba Ati",murid-muridnya tersebar sampai Ke Bawean,Jepara,Madura maupun di Tuban sendiri.

Pada masa hidupnya Sunan Bonang termasuk penyokong kerajaan Islam Demak,dan ikut membantu mendirikan masjid Agung Demak,oleh masyarakat Demak beliau terkenal sebagai bala tentara Demak,Dialah yang memutuskan pengangkatan Sunan Ngudung sebagai panglima tentara Islam Demak,ketika Sunan Ngudung gugur,Sunan Bonang yang mengangkat Sunan Kudus sebagai panglima perang,nasehat yang berharga juga disampaikan pada Sunan Kudus terutama tentang strategi perang menghadapi Majapahit,disamping itu pula Sunan Bonang dipandang adil dalam membuat keputusan yang memuaskan banyak orang melalui sidang-sidang "pengadilan"yang dipimpinnya.

Misalnya dalam kisah pengadilan pada Syekh Siti Jenar alias Syekh Lemah Abang adapun lokasi pengadilannya ada yang mengatakan di lakukan di Masdjid Agung Kasepuhan Cirebon,tapi ada pula yang mengatakan di Masjid Agung Demak,Sunan Bonang juga berperan dalam pengangkatan Raden Patah.

Sunan Bonang dalam menyiarkan Islam mengandalkan sejumlah kitab antara lain Ihya Ulumuddin dari al-Ghazali,dan al-Anthaki dari Daud al-anthaki juga tulisan Abu Yzid Al-Bustami dan Syekh Abdul Qadir Jaelani,menurut para pakar ajaran Sunan Bonang memuat tiga tiang Agama ; Tasawuf,Ussuludin dan Fikih==Tasawuf misalnya menjadi penting karena menunjukan bagaimana orang Islam menjalani kehidupan dengan kesungguhan dan kecintaanya pada Allah,para penganut harus menjalankan ,Shalat
,Berpuasa,dan membayar Zakat selain itu manusia harus menjauhi tiga musuh utama yaitu Dunia,Hawa Nafsu, dan Setan.Untuk menghindari ketiga musuh manusia dianjurkan Jangan banyak bicara,bersikap rendah hati,tidak mudah putus asa dan selalu bersyukur atas nikmat Allah sebaliknya manusia harus menjauhi sikap dengki,sombong,
serakah,gila pangkat dan kehormatan inilah naskah wali songoyang paling lengkap.

Dikisahkan beliau pernah menaklukkan pimpinan perampok dan anak buahnya hanya dengan melantunkan tembang dan gending dharma dan mocopat,begitu gamelan ditabuh Kebondanu dan anak buahnya tidak mampu bergerak pada akhirnya mereka benar-benar bertobat dan menjadi murid Sunan Bonang yang setia,Pada suatu ketika ada seorang Brahmana Sakti dari India yang berlayar ke Tuban,tujuanya hendak mengadu kesaktian dan berdebat masalah agama dengan Sunan Bonang,namun ketika berlayar menuju Tuban,perahunya terbalik dihantam badai,walaupun pengikutnya berhasil menyelamatkan diri dan kitab-kitab sebagai referensi yang hendak dipergunakan untuk berdebat tenggelam sampai ke dasar laut,di tepi pantai mereka melihat seorang lelaki berjubah putih sedang berjalan sembari membawa tongkat,mereka serta merta memberhentikannya dan menyapa
seketika lelaki memberhentikan langkahnyadan menancapkan tongkat ke pasir,seraya berkata "saya datang dari India hendak mencari seorang ulama besar bernama Sunan Bonang" kata seorang brahmana "untuk apa tuan mencari Sunan Bonang" tanya lelaki itu "akan saya ajak berdebat tentang agama"kata brahmana "tapi sayang kitab-kitab yangsaya bawa telah tenggelam ke dasar laut"kata brahmana lebih lanjut.

Tanpa banyak bicara lelaki itu mencabut tongkat yang menancap di pasir,mendadak
tersemburlah air dari lobang tongkat itu,membawa keluar semua kitab yang dibawa sang brahmana dari dasar laut seraya berkata "itukah kitab -kitab tuan yang tenggelam kedasar laut" langsung sang brahmana dan pengikutnya memeriksa kitab-kitab ternya benar miliknya sendiri,berdebarlah hati sang brahmana sambil menduga-duga siapa sebenarnya lelaki berjubah putih itu,"apakah nama daerah tempat saya terdampar ini"tanya sang brahmana ""Tuan berada dipantai Tuban"jawab lelaki itu,serta merta brahmana dan para pengikutnya menjatuhkan diri berlutut dihadapan lelaki itu,mereka sudah dapat menduga pastilah lelaki berjubah putih itu adalah Sunan Bonang,dan membatalkan niatnya untuk berdebat dan adu kesaktian,akrirnya menjadi pengikut setia.

Sunan Bonang wafat di pulau Bawean pada 1525 saat dimakamkan terjadi perebutan antara warga Bawean dengan warga Bonang Tuban,menginkan dikubur didaerahnya,akhir nya warga Tuban mengendap ke Bawean mencuri jenasah sang sunan,esok harinya dilakukan pemakaman,anehnya jenasah sunan tetap ada,baik di Bonang Tuban maupun di Bawean,karena itu sampai sekarang makam sunan ada di dua tempat,satu di pulau Bawean dan satunya lagi di sebelah barat Masjid Agung Tuban desa Kutareja.

Disalin oleh :
Damin-kecilamass
Pekayon-Pasar Rebo-Cibubur
Jakarta-Timur

Tidak ada komentar:

Posting Komentar